Tugas BTQ
Makalah Tentang Ayat Al-Qur’an Yang Menjelaskan Demokrasi
SMK Negeri 1 Sidoarjo
Tahun Ajaran 2012/2013
Nama Kelompok :
1. Alfi
Wijayanto (04)
2. Alfin
Mashuri (06)
3. Anggit Al Farisi
(08)
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil alamin
puji syukur kita panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunianya sehingga makalah dengan judul “memahami
demokrasi menurut ayat-ayat al-qur’an” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW, karena
jasa-jasa perjuangan beliau sehingga
manusia dapat memilah dan memilih menuju jalan yang lurus.
Penyusun menyadari
bahwa dalam penulisan initentu masih jauh dari kesempurnaan, jika dalam
penulisan ini terdapat banyak kesalahan bahkan kekurangan dalam pembahasan
penyusun minta ma’af yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat diharapkan unutk perbaikan yang selanjutnya, semoga bermanfaat
bagi kita semua. Amiiiiin........
Sidoarjo, Januari 2013
Penyusun
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Didalam surat Ali-Imran ayat 159 ini menyerukan kepada kita agar selalu
bermusyawarah mengenai suatu perkara agar tidak ada masalah yang timbul. Ayat
ini juga merupakan petunjuk bagi setiap muslim, khususnya para pemimpin agar
bermusyawarah dengan anggota-anggotanya. Dalam surat ini juga menghimbau agar
kita selalu berlemah lembut menghargai dan menghormati dan kewjiban orang lain,
serta tidak ingin menang sendiri dan memaksakan kehendak sendiri untuk orang
lain. Bila terjadi perbedaan pendapat yang menyebabkan oarang lain tersinggung,
sakit hati, tentunya semua pihak harus saling memaafkan.
Didalam Surat Ash-Syura’ Ayat 38 ini juga menjelaskan masalah musyawarah
yang baik dan benar dengan beberapa cara diantarnya :
1. Yang di musyawarahkan tidak dilarang oleh
agama
2. Tidak boleh dalam musyawarah itu
mengangkat seorang pemimpin yang tidak beragama islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan layar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana cara bermusyawarah yang baik dan
benar yang sesuai dengan surat Ali-Imran Ayat 159
2. Bagaimana cara musyawarah agar tidak
dilarang dalam agama.
C.
Tujuan dan Manfaat
a.
Tujuan
Adapun tujuannya yaitu :
1. Dapat mengetahui
bagaimana cara musyawarah yang baiak dan benar yang sesuai dengan suart al-imran
2. Dapat mengetahui cara
yang tidak dilarang dalam agama
b.
Manfaat
Adapun manfaatnya yaitu :
1. Mengetahui musyawarah
yang baik dan benar
2. Mengetahui cara
musyawarah yang tidak dilarang dalam agama.
PEMBAHASAN
Bila melihat beberapa ayat dalam Al-Qur’an, nampak ada beberapa ayat yang
cenderung kepada anjuran untuk mengatur suatu negara ( umat ) dalam sistem
demokrasi, yaitu sebuah sistem pemerintahan yang mengakui hak segenap anggota
masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politik, baik langsung atau tidak
langsung. Dan dalam pengambilan keputusan itu dasarnya adalah musyawarah untuk
mencapai mupakat.
Berikut ini akan diuraikan konsep demokrasi menurut Al-Qur’an :
A. Musyawarah Sebagai Dasar
Demokrasi
Surah Ali-Imran : 159
Artinya :
“Maka berkat rahmat Allahlah engkau
(muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap
keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena
itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertakwa.”(Q.S. Ali-Imran : 159 )
Ayat diatas dari segi redaksional ditujukan kepada nabi Muhammad SAW. Agar
memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu dengan para sahabat atau anggota
masyarakatnya. Tetapi ayat ini juga merupakan petunjuk bagi setiap muslim,
khususnya bagi setiap pemimpin, agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya.
Diawal surah tadi disebutkan bahwa karena rahmat Allohlah kamu bersikap
lemah lembut terhadap mereka. Unggkapan ini mengisaratkan bahwa untuk bisa
melaksanakan musyawarah dengan baik, baik pihak yang ditunjuk sebagai ketua
dalam acara musyawarah, maupun pihak yang menjadi anggoata atau peserta, harus
bersikap lemah lembut, mau menghargai dan menghormati hak dan kewajiban oarang
lain, tidak ingin menang sendiri, dan tidak memaksakan kehendak sendiri untuk
orang lain.
Bila terjadi silang pendapat yang menjadikan orang lain tersinggung atau
sakit hati, semua pihak harus saling memaafkan.
Suasana seperti ini harus bisa dikondisikan dalam setiap mengambil
keputusan bersama, dan insyaAllah musyawarah akan berjalan dengan baik, yang
akhirnya akan menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat bagi semua
pihak.
Itulah petunjuk Al-Qur’an bagi pelaksanaan musyawarah sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan mengenai urusan keduniaan atau muamalah dan menyangkut
kepentingan orang banyak, seperti membangun masjid, madrasah, dan jalan umum,
memilih ketua RT, RW, atau kepala Desa. Semua itu harus dilakukan dengan cara
musyawarah sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an.
Sedangkan hal-hal yang perlu dimusyawarahkan adalah hal-hal yang terkait
dengan urusan mu’amalah, sementara masalah aqidah dan ibadah sudah jelas
petunjuknya baik dari Al-Qur’an maupun dari Hadist Nabi.
Mengenai urusan dunia, Rasulullah SAW. Memberi kebebasan kepada ummatnya
untuk membicarkan bersama apa yang terbaik. Hal ini berdasarkan hadist yaitu :
Artinya :
“Kalian lebih
mengetahui persoalan dunia kalian.”
Dan dalam hadist yang
lain Nabi bersabda :
Artinya :
“yang berkaitan dengan
urusan agama kalian, maka kepadaku rujukannya, dan yang berkaitan dengan urusan
dunia kalian, maka kalian lebih mengetahuinya.”
Dari kedua hadist diatas tadi jelas bahwa hal-hal yang perlu
dimusyawarahkan antara ummat itu adalah yang terkait dengan masalah keduniaan,
bukan masala aqidah dan ibadah.
Pelajaran yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut
:
-
Seseorang yang dipercaya menjadi pemimpin dalam menghadapi rakyatnya harus
bersikap lemah lembut.
-
Seorang pemimpin juga harus lapang dada dalam menghadapi permasalahan yang
dihadapi dilingkungan rakyatnya.
-
Dalam memecahkan segala urusan yang terkait dengan kepentingan orang
banyak, seorang pemimpin tidak boleh mengambil keputusan sendiri, tetapi harus
meminta pendapat orang lain dengan jalan musyawarah.
-
Hal-hal yang bisa dimusyawarahkan hanya hal-hal yang terkait dengan masalah
mu’amalah, bukan masalah aqidah dan ibadah.
B.
Demokrasi
Untuk Hal-Hal Yang Baik.
Surah Ash – Syura : 38
Artinya :
“Dan (bagi) orang-oarang yang menerima (mematuhi) seruan tuhan dan
melaksanakan shalat, sedang urusan mereka ( diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka; dan mengimfakkan sebagian dari rizki yang kami beri kepada
mereka. (Q.S. Ash-Syura’ : 38)
Ayat ini turun sebagai
ujian kepada kelompok muslim madinah (Anshar) yang bersedia membela Nabi
Muhammad SAW. Dan menyepakati hal tersebut melalui musyawarah yang mereka
laksanakan dirumah Abu Ayyub Al-Anshari. Namun demikian, ayat ini juga berlaku
umum, mencakup setiap kelompok yang melakukan musyawarah.
Bila kita membuka
sejarah islam khususnya sejarah empat khalifah Rasulullah SAW; yaitu Abu Bakar,
Umar bin khattab, usman bin-affan, Ali bin Abi-thalib dapat kita ketahui mulai
dari cara pengangkatan masing-masing dari mereka sampai dengan cara mereka
memimpin, dan menyelesaikan urusan mereka semua dilaksanakan dengan musyawarah.
Dalam melakukan
musyawarah, tentu ada beberapa perinsip yang harus dipedomani oleh para peserta
musyawarah, antara lain :
1.
Tidak boleh melakukan musyawarah unutk hal-hal yang dilarang agama. Larangan
ini dapat dipahami dari isi ayat 12 surah Al-Mumtahanah sebagai berikut :
Surah Al – Mumtahanah : 12
Artinya :
“Wahai Nabi apabila
perempuan-prempuan datang kepadamu untuk mengadakan baiat ( janji setia), bahwa
mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apapun dengan allah; tidak akan
mencuri, tidak akan berjina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan
membuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak
akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka
kepada allah. Sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang.(Q.S.AL-Mumtahanah:
12)
2.
Tidak boleh melakukan musyawarah untuk mengangkat seorang pemimpin yang tidak
beragama islam, larangan ini dapat dipahami dari isi ayat 51 surah al-maidah
sebagai berikut:
Surah Al Maidah : 51
Artinya:
“Wahai orang-orang
yang beriman janganlah kamu menjadikan orang yahudi dan nasrani sebagai teman
setiamu; mereka satu sama lain saling melindungi, barang siapa diantara kamu
yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan
mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (
Q.S.AL-Maidah:51)
-
Allah memuji orang mu’min yang melakukan musyawarah dalam menyelesaikan
urusannya bersama orang lain.
-
Empat khalifah yang menggantikan Rasulullah secara bergantian, dipilih dan
diangkat secara demokratis melalui musyawarah.
-
Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati hal-hal yang tidak
dibolehkan oleh syara’ (agama)
-
Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati pengangkatan seorang
pemimpin yang bukan orang muslim.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
-
Seorang yang dipercaya menjadi pemimpin dalam menghadapi rakyatnya garus
bersikap lemah lembut.
-
Seorang pemimpin juga harus lapang dada dalam menghadapi permasalahan yang
dihadapi di lingkungan rakyatnya.
-
Dlam memecahkan segala urusan yang terkait dengan kepentingan orang banyak,
seorang pemimpin tidak boleh mengambil keputusan sendiri, tetapi harus meminta
pendapat orang lain dengan jalan musyawarah.
-
Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati hal-hal yang tidak
dibolehkan oleh syara’ (agama)
-
Musyawarah tidak boleh dilakukan untuk menyepakati pengangkatan seorang
pemimpin yang bukan muslim.
B.
Keritik dan Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak salah oleh karena itu
penyusun sangat mengharapkan keritik saran yang sifatnya membangun sehingga
penyusun makalah yang selanjutnya dapat lebih baik lagi.
0 Response to "DEMOKRASI MENURUT ISLAM"
Posting Komentar