Perang Mu’tah
Peperangan ini
tercatat di dalam sejarah sebagai sebuah peperangan
besar, di mana tentara Islam yang berjumlah 3.000 orang melawan 200.000
tentara Romawi Nasrani. Sekalipun demikian dahsyatnya peperangan Mu’tah,
sahabat yang mati syahid hanya 12 orang, dan mereka memiliki kedudukan tinggi
di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
mendakwahi dan memerangi manusia hingga mereka mengikrarkan kalimat tauhid.
Maka kemuliaan bagi yang mengikuti agamanya dan kehinaan bagi yang
menyelisihinya.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memulai dakwah dari kerabatnya yang terdekat dari
kabilah Quraisy lalu bangsa Arab secara umum dan siapa saja yang dekat atau
datang kepadanya dari berbagai penjuru, maka demikian pula beliau memerangi
musuh pertama yang terdekat yaitu kafir Quraisy para penyembah berhala kemudian
bagnsa Arab di sekitar Mekah dan Madinah dan lainnya lalu ahli kitab dari bangsa
Yahudi di Madinah dan sekitarnya.
Dan sekarang tiba
saatnya untuk memerangi bangsa Romawi yang beragama Nasrani dan nanti akan tiba
gilirannya memerangi kaum Majusi para penyembah api dan seluruh umat kafir
hingga agama Allah tinggi dan jaya di permukaan bumi, di atas semua agama
sekalipun orang-orang kafir benci dengan kemenangan Islam. Inilah Islam dan
inilah jihad yang merahmati umat manusia dan tidak membiarkan mereka
berlarut-larut dalam laknat Allah dengan tetap dalam kekafiran, tetapi Islam mengeluarkan
mereka dari kegelapan syirik dan kufur kepada cahaya Islam. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah takjub dengan orang-orang yang
masuk surga dalam keadaan diikat rantai besi.” (HR. Bukhari). Maksudnya
bahwa mereka tertawan oleh tentara Islam lalu diikat dengan rantai besi
kemudian digiring ke negeri Islam dan akhirnya mereka masuk Islam sehingga
berbahagia dengan surga.
Dan termasuk hikmah ilahiyyah tatkala
orang-orang kafir dari berbagai bangsa tidak bersatu padu dalam satu waktu
untuk menyerang kaum muslimin. Tatkala kafir Quraisy memerangi kaum muslimin,
maka bangsa Arab lainnya diam menunggu hasil dari Quraisy. Ketika seluruh
bangsa Arab dan Yahudi bersekutu memerangi kaum muslimin, maka umat Nasrani
diam menunggu hasil peperangan tersebut. Demikian pula tatkala umat Islam
berperang melawan Romawi, maka bangsa Persia Majusi diam menunggu hasil
peperangan ini hingga semua bangsa dan semua agama ditundukkan oleh kaum
muslimin. Firman Allah:
خَيْرًا وَكَفَى اللهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ
“Dan Allah
memelihara kaum muslimin dari peperangan.” (QS. Al Ahzab: 25)
Sebab Terjadinya
Perang Mu’tah
Sebab terjadinya
perang ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim
surat melalui utusannya, Harits bin Umair radhiallahu ‘anhu kepada
Raja Bushra. Tatkala utusan ini sampai di Mu’tah (Timur Yordania), ia dihadang
dan dibunuh, padahal menurut adat yang berlaku pada saat itu –dan berlaku
hingga sekarang- bahwa utusan tidak boleh dibunuh dan kapan saja membunuh
utusan, maka berarti menyatakan pengumuman perang. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam marah akibat tindakan jahat ini, beliau mengirim
pasukan perang pada Jumadil Awal tahun ke-8 Hijriah yang dipimpin oleh Zaid bin
Haritsah.
Sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Jika Zaid mati syahid, maka Ja’far yang
menggantikannya. Jjika Ja’far mati syahid, maka Abdullah bin Rawahah
penggantinya.”
Ini pertama kali
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tiga
panglima sekaligus karena beliau mengetahui kekuatan militer Romawi yang tak
tertandingi pada waktu itu.
Tentara Allah Subhanahu wa Ta’ala Berangkat
Pasukan ini berangkat
hingga tiba di Ma’an wilayah Syam dan sampai kepada mereka berita bahwa Raja
Romawi bernama Heraklius telah tiba di Balqa bersama 100.000 tentara dan
bergabung bersama mereka kabilah-kabilah Arab yang beragama Nasrani yang
berjumlah 100.000 tentara sehingga total tentara musuh berjumlah 200.000
tentara. Setelah para sahabat bermusyawarah, sebagian mereka mengatakan, “Kita
mengirim utusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar
beliau menambahkan kekuatan tentara atau memerintahkan kepada kita sesuatu.”
Lalu panglima mereka
yang ketiga, Abdullah bin Rawahah radhiallahu ‘anhu, menyemangati
mereka seraya mengatakan, “Wahai kaum! Demi Allah, sesungguhnya apa yang kalian
takutkan sungguh inilah yang kalian cari (yakni) mati syahid. Kita tidak
memerangi manusia karena banyaknya bilangan dan kekuatan persenjataan, tetapi
kita memerangi mereka karena agama Islam ini yang Allah muliakan kita
dengannya. Bangkitlah kalian memerangi musuh karena sesungguhnya tidak lain
bagi kita melainkan salah satu dari dua kebaikan, yaitu menang atau mati
syahid.”
Maka sebagian mereka berkata, “Demi Allah,
Ibnu Rawahah benar.” Lalu mereka berangkat sampai mereka tiba di Balqa tempat
musuh berada.
Ini munjukka betapa besar keberanian para
sahabat dalam jihad memerangi musuh-musuh Allah, semoga Allah melaknat Syi’ah
yang mencela para sahabat.
Pertempuran
Tentara Islam dan
tentara kufur saling berhadapan. Perlu kita ketahui, tentara di medan perang
dibagi menjadi lima pasukan, yaitu: pasukan depan, belakang, kanan, kiri, dan
tengah sebagai pasukan inti. Tentara musuh dengan jumlah yang sangat banyak
mengharuskan seorang tentara dari sahabat melawan puluhan tentara musuh. Akan
tetapi, tentara Allah yang memiliki kekuatan iman dan semangat jihad untuk
meraih kemulian mati syahid tidak merasakannya sebagai beban berat bagi mereka
sebab kekuatan mereka satu banding sepuluh –sebagaimana digambarkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’aladalam ayat,
“Jika ada di antara
kalian 20 orang yang bersabar maka akan mengalahkan 200 orang.” (QS. Al
Anfal: 65)
Tentara Allah sebagai wali dan kekasih-Nya
yang berperang untuk meninggikan agama-Nya, maka pasti Allah bersama mereka.
Adapun orang-orang kafir sebanyak apapun bilangan dan kekuatan mereka, maka
ibarat buih yang tidak berarti apa-apa.
Peperangan berkecamuk
dengan dahsyat. Pusat perhatian musuh tertuju kepada pembawa bendera kaum
muslimin dan keberanian para panglima Islam dalam maju memerangi musuh, hingga
mati syahidlah panglima pertama, Zaid bin Haritsa radhiallahu ‘anhu.
Lalu bendara perang diambil oleh panglima kedua, Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu
‘anhu. Beliau berperang habis-habisan hingga tangan kannya terputus, lalu
bendera dibawa dengan tangannya kirinya hingga terputus pula dan merangkul
bendera dengan dadanya hingga terbunuh. Sebagai balasannya, Allah menggantikan
kedua tangannya dengan dua sayap agar di surga ia dapat terbang ke mana saja.
Setelah beliau syahid ditemukan pada tubuhnya terdapat 90 luka lebih antara
tebasan pedang, tusukan panah atau tombak yang menunjukkan keberaniannya dalam
menyerang musuh.
Kemudian bendera
perang dibawa oleh panglima ketiga. Abdullah bin Rawahah radhiallahu
‘anhu dan berperang hingga mati syahid menyusul kedua rekannya. Agar
bendera perang tidak jatuh maka mereka mengangkatnya dan bersepakat untuk
menyerahkannya kepada Khalid bin Walid radhiallahu ‘anhu, maka
beliau membawa bendera perang.
Setelah peperangan
yang luar biasa, keesokan harinya Khalid radhiallahu ‘anhu –dengan
kecerdasan siasat baru dengan mengubah posisi pasukannya dari semula; yaitu
pasukan depan ke belakang dan sebaliknya, pasukan kanan ke kiri dan sebaliknya,
sehingga tampak bagi musuh bahwa kaum muslimin mendapat bantuan tentara yang
baru dan menimbulkan rasa takut dalam hati mereka dan menjadi sebab kekalahan
mereka.
Setelah berperang
lama, Khalid radhiallahu ‘anhu menilai bahwa kekuatan musuh
jauh tidak sebanding dengan kekuatan kaum muslimin. Maka beliau menarik mundur
pasukannya dengan selamat hingga ke Madinah, sedang musuh tidak mengejar mereka
karena khawatir kalau-kalau ini dilakukan oleh kaum muslimin sebagai siasat
perang untuk mengajak Romawi menuju medan perang yang lebih terbuka di padang
pasir –yang akan merugikan Romawi.
Dalam perang ini,
Khalid radhiallahu ‘anhu berperang habis-habisan hingga
sembilan pedang patah di tangannya. Ini menunjukkan betapa besarnya peperangan
tersebut dan betapa besar perjuangan para sahabat demi Islam. Maka semoga Allah
melaknat orang-orang Syi’ah yang tidak mengakui keutamaan para sahabat.
Seandainya Syi’ah mencela seorang saja dari sahabat biasa, sungguh cukuplah
sebagai kejelekan mereka, lalu bagaimana jika yang mereka cela adalah
kebanyakan sahabat bahkan yang paling utama di antara mereka. Sungguh tidak ada
kebaikan yang dilakukan oleh siapa pun kecuali para sahabat merupakan
pendahulunya dan mendapat pahalanya.
Sekalipun demikian dahsyatnya peperangan
Mu’tah, sahabat yang mati syahid hanya dua belas orang, dan mereka memiliki
kedudukan tinggi di sisi Allah. Adapun pasukan musuh tidak dapat dipastikan
bilangan mereka yang terbunuh, tetapi diperkirakan sangat banyak. Hal ini dapat
diketahui dari hebatnya peperangan yang terjadi.
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam Berkisah Tentang Perang
Tampak mukjizat
kenabian, tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
kepada para sahabat di Madinah tentang kematian tiga panglimanya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam naik mimbar dalam keadaan sedih meneteskan air mata
seraya berkata, “Bendera perang dibawa oleh Zaid lalu berperang hingga mati
syahid, lalu bendera diambil oleh Ja’far dan berperang hingga mati syahid, lalu
bendera perang dibawa oleh Siafullah (Pedang Allah –yakni Khalid bin Walid,
pen.) hingga Allah memenangkan kaum muslimin.” Setelah itu, beliau
mendatangi keluarga Ja’far dan menghibur mereka serta membuatkan makanan untuk
mereka.
Pelajaran dari Kisah:
1. Boleh mengangkat beberapa pemimpin dalam satu
waktu dengan syarat tertentu dan memimpin secara berurutan.
2. Kaum muslimin mengangkat Khalid sebagai
panglima perang merupakan dalil bolehnya ijtihad di masa hidupnya Rasulullah.
3. Keutamaan tiga panglima (Zaid, Ja’far,
Abdullah bin Rawahah) dan keutamaan Khalid bin Walid sebab dalam peperangan ini
Rasulullahh shallallahu ‘alaihi wa sallam menamainya denganSaifullah (Pedang
Allah).
4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sedih atas kematian tiga panglimanya, menunjukkan rahmatnya
kepada umatnya dan bahwasanya beliau berusaha menentramkan jiwanya untuk bersabar
terhadap musibah. Dan ini lebih baik daripada yang tidak sedih dan tidak
tersentuh oleh musibah sama sekali.
5. Hakikat hidup dan ‘izzah (kemuliaan)
yang disingkap oleh Abdullah bin Rawahah radhiallahu ‘anhubahwa
sesungguhnya kemenangan bukanlah karena kekuatan dan jumlah secara materi,
melainkan agama dan ketaatan kepada Allah. Lihat Sirah Nabawiyyah karya
Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad: 521-526 dan Sirah Nabawiyyah karya Dr. Akram:
2:267-270
Oleh: Ustadz Abu Hafshoh
Sumber: Majalah Al-Fuqon Edisi 6 Tahun Ke-11
1433 H/2012 M
0 Response to "Sejarah Perang muth'ah"
Posting Komentar