Kata ‘Allah’ merupakan nama Tuhan yang paling populer. Apabila anda
berkata :”Allah..”, maka apa yang anda ucapkan itu telah mencakup semua
nama-nama-Nya yang lain, sedangkan bila anda mengucapkan nama-nama-Nya yang
lain – misalnya ‘ar-Rahmaan’, ‘al-Malik’ dan sebagainya – maka ia hanya
menggambarkan sifat Rahman, atau sifat kepemilikan-Nya. Disisi lain, tidak
satupun dapat dinamakan Allah, baik secara hakikat maupun secara majazi,
sedangkan sifat-sifat-Nya yang lain – secara umum – dapat dikatakan bisa
disandang oleh makhluk-makhluk-Nya. Bukankah kita dapat menamakan si Ali yang
pengasih sebagai ‘Rahiim’?, atau Ahmad yang berpengetahuan sebagai ‘Aliim’?.
Secara tegas, Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamakan dirinya Allah. 14.
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Thaahaa). Innanii =
sesungguhnya Aku, anaa = Aku, Allaahu = Allah, laa ilaaha = tidak ada tuhan,
illaa = melainkan, ana = Aku… Dia juga dalam Al-Qur’an yang bertanya :”hal
ta’lamu lahuu samiyyaa..” (Surat Maryam ayat 19). Ayat ini, dipahami oleh
pakar-pakar Al-Qur’an bermakna :”Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang
bernama seperti nama ini..?” atau :”Apakah engkau mengetahui sesuatu yang
berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan sebagaimana pemilik nama itu
(Allah)?” atau bermakna :”Apakah engkau mengetahui ada nama yang lebih agung
dari nama ini?”, juga dapat berarti :”Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang
sama dengan Dia (yang patut disembah)?” Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung
makna sanggahan ini kesemuanya benar, karena hanya Tuhan Yang Maha Esa yang
wajib wujudnya itu yang berhak menyandang nama tersebut, selain-Nya tidak ada,
bahkan tidak boleh. Hanya Dia yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan
mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari nama-Nya itu. Para
ulama dan pakar bahasa mendiskusikan kata tersebut antara lain apakah ia
memiliki akar kata atau tidak. Sekian banyak ulama yang berpendapat bahwa kata
‘Allah’ tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tapi ia adalah nama yang
menunjuk kepada zat yang wajib wujud-Nya, yang menguasai seluruh hidup dan
kehidupan, serta hanya kepada-Nya seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan
bermohon. Tetapi banyak ulama berpendapat, bahwa kata ‘Allah’ asalnya adalah
‘Ilaah’, yang dibubuhi huruf ‘Alif’ dan ‘Laam’ dan dengan demikian, ‘Allah’
merupakan nama khusus, karena itu tidak dikenal bentuk jamaknya. Sedangkan
‘Ilaah’ adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jamak (plural),
yaitu ‘Alihah’. Dalam Bahasa Inggeris, baik yang bersifat umum maupun khusus,
keduanya diterjemahkan dengan ‘god’, demikian juga dalam Bahasa Indonesia
keduanya dapat diterjemahkan dengan ‘tuhan’, tapi cara penulisannya dibedakan.
Yang bersifat umum ditulis dengan huruf kecil ‘god/tuhan’, dan yang bermakna
khusus ditulis dengan huruf besar ‘God/Tuhan’. ‘Alif’ dan ‘Laam’ yang
dibubuhkan pada kata ‘Ilaah’ berfungsi menunjukkan bahwa kata yang dibubuhi
tersebut merupakan sesuatu yang telah dikenal dalam benak. Kedua huruf tersebut
sama dengan ‘The’ dalam bahasa Inggeris. Kedua huruf tambahan itu menjadi kata
yang dibubuhi menjadi ‘ma’rifat’ atau ‘definite’ (diketahui/dikenal). Pengguna
Bahasa Arab mengakui bahwa Tuhan yang dikenal dalam benak mereka adalah Tuhan
Pencipta, berbeda dengan tuhan-tuhan (aliihah/bentuk jamak dari ilaah) yang
lain. Selanjutnya dalam perkembangannya lebih jauh dan dengan alasan
mempermudah, ‘hamzah’ yang berada antara dua ‘laam’ yang dibaca ‘i’ pada kata
‘al-Ilaah’ tidak dibaca lagi, sehingga berbunyi ‘Allah’ dan sejak itulah kata
ini seakan-akan telah merupakan kata baru yang tidak memiliki akar kata,
sekaligus sejak itu pula kata ‘Allah’ menjadi nama khusus bagi Pencipta dan
Pengatur alam raya yang wajib wujud-Nya. Sementara ulama berpendapat bahwa kata
‘Ilaah’ yang darinya terbentuk kata ‘Allah’ berakar dari kata ‘al-Ilaahah’,
‘al-Uluuhah’ dan ‘al-Uluuhiyyah’ yang kesemuanya menurut mereka bermakna
‘ibadah/penyembahan’, sehingga ‘Allah’ secara harfiah bermakna ‘Yang Disembah’.
Ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berakar dari kata ‘Alaha’ dalam
arti ‘mengherankan’ atau ‘menakjubkan’ karena segala perbuatan/ciptaan-Nya
menakjubkan atau karena bila dibahas hakekat-Nya akan mengherankan akibat
ketidak-tahuan makhluk tentang hakekat zat Yang Maha Agung itu. Apapun yang
terlintas dalam benak menyangkut hakekat zat Allah, maka Allah tidak demikian.
Itu sebabnya ditemukan riwayat yang menyatakan :”Berpikirlah tentang
makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir tentangZat-Nya”. Ada juga yang
berpendapat bahwa kata ‘Allah’ terambil dari akar kata ‘Aliiha Ya’lahuu” yang
berarti ‘tenang’, karena hati menjadi tenang bersama-Nya, atau dalam arti
‘menuju’ dan ‘bermohon’ karena harapan seluruh makhluk tertuju kepada-Nya dan
kepada-Nya jua makhluk bermohon. Memang setiap yang dipertuhankan pasti
disembah dan kepadanya tertuju harapan dan permohonan lagi menakjubkan
ciptaannya, tetapi apakah itu berarti bahwa kata ‘Ilaah’ – dan juga ‘Allah’ –
secara harfiah bermakna demikian..? , dapat dipertanyakan apakah bahasa atau
Al-Qur’an yang menggunakannya untuk makna ‘yang disembah’?. Kalau anda
menemukan semua kata ‘Ilaah’ dalam Al-Qur’an, niscaya akan anda temukan bahwa
kata itu lebih dekat untuk dipahami sebagai penguasa, pengatur alam raya atau
dalam genggaman-Nya segala sesuatu, walaupun tentunya yang meyakini demikian,
ada yang salah pilih ‘ilaah’nya. Kata ‘Allah’ mempunyai kekhususan yang tidak
dimiliki oleh kata selainnya, ia adalah kata-kata yang sempurna huruf-hurufnya,
sempurna maknanya, serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya,
sehingga sementara ulama menyatakan bahwa kata itulah yang dinamai ‘Ismu-Ilaah
al-A’zham (Nama Allah yang paling mulia). Yang bila diucapkan dalam do’a, Allah
akan mengabulkannya. Dari segi lafaz terlihat keistimewaan ketika dihapus
huruf-hurufnya. Bacalah kata ‘Allah’ dengan menghapus huruf awalnya, akan
berbunyi ‘Lilaah’ dalam arti ‘milik/bagi Allah’, kemudian hapus huruf awal dari
kata ‘Lilaah’, itu akan terbaca ‘Laahu’ dalam arti ‘bagi-Nya’, selanjutnya,
hapus lagi huruf awal dari ‘Laahu’, akan terdengan dalam ucapan ‘Huu’, yang
berarti ‘Dia (menunjuk Allah), dan apabila itupun dipersingkat akan terdengar
suara ‘Ah’ yang sepintas atau pada lahirnya mengandung makna keluhan, tapi pada
hakekatnya mengandung makna permohonan kepada Allah. Karena itu sementara ulama
berkata bahwa kata ‘Allah’ terucap oleh manusia, sengaja atau tidak sengaja,
suka atau tidak suka. Itulah salah satu bukti adanya ‘fitrah’ dalam diri
manusia. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa sikap orang-orang musyrik adalah : 38.
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". (Az Zumar)
dari segi makna dapat dikatakan bahwa kata ‘Allah’ mencakup segala
sifat-sifat-Nya, bahkan Dia-lah yang menyandang nama-nama tersebut, karena itu
jika anda berkata “Yaa..Allah..”, maka semua nama-nama/sifat-sifat-Nya telah
tercakup oleh kata tersebut. Disisi lain, jika anda berkata ‘ar-Rahiim’, maka
sesungguhnya yang anda maksud adalah Allah. Demikian juga ketika anda menyebut
‘al-Muntaqim’ (yang membalas kesalahan), namun kandungan makna ‘ar-Rahiim’
(Yang Maha Pengasih) tidak tercakup didalam pembalasan-Nya, atau
sifat-sifat-Nya yang lain. Itulah salah satu sebab mengapa dalam syahadat
seseorang selalu harus menggunakan kata ‘Allah’ ketika mengucapkan ‘Asyhadu an
Laa Ilaaha Illa-llaah’ dan tidak dibenarkan menggantinya dengan nama-nama-Nya
yang lain. Demikianlah Allah, karena itu tidak heran jika ditemukan sekian
banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang beriman agar
memperbanyak zikir menyebut nama Allah, karena itu setiap perbuatan yang penting
hendaknya dimulai dengan menyebut nama itu, nama Allah. Rasulullah bahkan
mengajarkan lebih rinci lagi :”Tutuplah pintumu dan sebutlah nama Allah,
padamkanlah lampumu dan sebutlah nama Allah, tutuplah periukmu dan sebutlan
nama Allah, rapatkanlah kendi airmu dan sebutlah nama Allah…”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Allah : Nama Tuhan"
Posting Komentar