Bagaimana hukumnya seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita yang sedang hamil? Apakah boleh menikahi wanita hamil di luar nikah? Bagaimana pandangan islam mengenai wanita hamil di luar nikah lalu menikahi wanita tersebut?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita simak firman Allah SWT, "Dan wanita-wanita hamil, waktu iddahnya itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya..."(ath-Thalaq: 4).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita yang sedang hamil hanya boleh dinikahi oleh laki-laki yang bukan bekas suami yang menceraikannya setelah wanita tersebut melahirkan bayinya. Ini karena wanita yang hamil itu masih menjadi hak suami yang menceraikannya.
Pada ayat lain Allah SWT menjelaskan,
"... Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa idah (menanti) itu jika Para suami itu menghendaki ishlah." (al-Baqarah: 228).
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah hamil yang dimaksudkan dalam surat ath-Thalaq ayat 4 tersebut juga mencakup pengertian hamil karena perbuatan zina atau tidak? Ada yang berpendapat bahwa hamil karena perbuatan zina juga termasuk dalam pengertian hamil pada ayat tersebut.
Ini berarti wanita hamil dari perbuatan zina pun tidak boleh dinikahkan dengan siapa pun. Ada juga yang berpendapat bahwa wanita hamil karena zina hanya boleh dinikahkan dengan laki-laki yang menzinainya. Ada lagi yang berpendapat bahwa wanita hamil karena zina tidak termasuk dalam pengertian hamil dalam surat ath-Thalaq ayat 4 tersebut.
Ada baiknya kita kutip keputusan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam, bab VIII, pasal 53, ayat 1 sampai 3:
(1) Seorang wanita yang hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengat pria yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengn dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anaknya yang dikandung lahir.
Menurut mereka, hamil akibat zina termasuk dalam pengertian seperti yang dikemukakan dalam surat an-Nisa' ayat 24 (... Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian...).
Bagi ulama yang berpendapat bahwa ayat tersebut bersifat umum, artinya mencakup semua wanita hamil, baik hamil karena nikah maupun hamil karena zina, mereka berkesimpulan bahwa semua wanita yang sedang hamil tidak boleh dinikahkan sebelum bayi yang dikandungnva lahir.
Pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah terjadi pernikahan wanita hamil karena zina. Kalau pendapat ini diikuti maka sikap ini adalah sikap kehati-hatian (preventif). Dengan sikap tersebut
maka bebaslah yang bersangkutan dari adanya waswas, keragu-raguan, dan bebas pula dari perbedaan pendapat tersebut.
Ada kaidah Ushul yang menyatakan,
"Keluar dari perbedaan pendapat adalah langkah yang terbaik."
Juga sabda Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan Imam Tirmidzi,
"Seseorang tidak akan mencapai tingkat takwa sebelum dia meninggalkan apa saja yang tidak terang (yang masih diragu-ragukan) supaya dia menjauhi apa-apa yang jelas dosanya."
Sumber: Buku 150 Masalah Nikah dan Keluarga by Drs. KH. Miftah Faridl.
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita simak firman Allah SWT, "Dan wanita-wanita hamil, waktu iddahnya itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya..."(ath-Thalaq: 4).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita yang sedang hamil hanya boleh dinikahi oleh laki-laki yang bukan bekas suami yang menceraikannya setelah wanita tersebut melahirkan bayinya. Ini karena wanita yang hamil itu masih menjadi hak suami yang menceraikannya.
Pada ayat lain Allah SWT menjelaskan,
"... Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa idah (menanti) itu jika Para suami itu menghendaki ishlah." (al-Baqarah: 228).
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah hamil yang dimaksudkan dalam surat ath-Thalaq ayat 4 tersebut juga mencakup pengertian hamil karena perbuatan zina atau tidak? Ada yang berpendapat bahwa hamil karena perbuatan zina juga termasuk dalam pengertian hamil pada ayat tersebut.
Ini berarti wanita hamil dari perbuatan zina pun tidak boleh dinikahkan dengan siapa pun. Ada juga yang berpendapat bahwa wanita hamil karena zina hanya boleh dinikahkan dengan laki-laki yang menzinainya. Ada lagi yang berpendapat bahwa wanita hamil karena zina tidak termasuk dalam pengertian hamil dalam surat ath-Thalaq ayat 4 tersebut.
Ada baiknya kita kutip keputusan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam, bab VIII, pasal 53, ayat 1 sampai 3:
(1) Seorang wanita yang hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengat pria yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengn dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anaknya yang dikandung lahir.
Menurut mereka, hamil akibat zina termasuk dalam pengertian seperti yang dikemukakan dalam surat an-Nisa' ayat 24 (... Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian...).
Bagi ulama yang berpendapat bahwa ayat tersebut bersifat umum, artinya mencakup semua wanita hamil, baik hamil karena nikah maupun hamil karena zina, mereka berkesimpulan bahwa semua wanita yang sedang hamil tidak boleh dinikahkan sebelum bayi yang dikandungnva lahir.
Pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah terjadi pernikahan wanita hamil karena zina. Kalau pendapat ini diikuti maka sikap ini adalah sikap kehati-hatian (preventif). Dengan sikap tersebut
maka bebaslah yang bersangkutan dari adanya waswas, keragu-raguan, dan bebas pula dari perbedaan pendapat tersebut.
Ada kaidah Ushul yang menyatakan,
"Keluar dari perbedaan pendapat adalah langkah yang terbaik."
Juga sabda Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan Imam Tirmidzi,
"Seseorang tidak akan mencapai tingkat takwa sebelum dia meninggalkan apa saja yang tidak terang (yang masih diragu-ragukan) supaya dia menjauhi apa-apa yang jelas dosanya."
Sumber: Buku 150 Masalah Nikah dan Keluarga by Drs. KH. Miftah Faridl.
0 Response to "Bagaimana Hukum Menikahi Wanita Hamil?"
Posting Komentar