Prof. DR.H.Burhan
Jamaluddin, MA
Menurut Islam,
wanita adalah sama dengan laki-laki, dalam beberapa hal. Dalam hal asal
kejadian, wanita dan laki-laki adalah sama. (An Nisa’ : 1, Al Isra’ : 70, Ali
Imran : 195 dll). Al-Qur’an berusaha untuk mengikis habis dari segala pandangan
yang membedakan antara laki-laki dan wanita. Khususnya dalam bidang kemanusiaan
seperti yang terjadi pada beberapa budaya dan agama sebelum datangnya Islam.
(An Nisa’ : 32) <br
>Dalam surat Al Alaq : 1-5 terlihat bahwa, Al-Qur’an tidak membedakan antara laki-laki dengan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Al-Qur’an juga tidak membedakan orang-orang yang terhormat, yang mempunyai jabatan, kedudukan tidak pernah dibedakan dengan rakyat jelata. Dalam hal menuntut ilmu pengetahuan.
Surat Al Alaq ini dilihat dari urutan turunnya adalah ayat yang pertama kali turun, walaupun kemudian tidak ditempatkan di surat permulaan dalam mushhaf Al-Qur’an. Tetapi kalau dilihat dari segi maknanya, memang ayat ini yang pas untuk turun pertama kali, karena kondisi dunia, peradaban dunia saat itu, menuntut dan tepat untuk turun lebih awal, untuk memberantas perbedaan hak dan kewajiban yang diterima oleh laki-laki dan perempuan pada zaman sebelum turunnya Al-Qur’an. Maka dengan turunnya ayat ini menempatkan wanita pada kedudukan yang sama dalam hak menuntut ilmu.
Dalam sejarah tercatat bahwa wanita Islam banyak yang terlibat langsung dalam aktivitas, yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Islam memberi kesempatan seluas-luasnya kepada wanita untuk berkecimpung dalam dunia yang memungkinkan untuk dilakukan wanita. Tercatat nama-nama seperti Ummu Salamah, Shofiah, Laila Al Ghofariyah, Ummu Sinam al Aslamiyah dan lain-lainnya adalah tokoh wanita yang terlibat dalam peperangan. Imam Bukhori ahli hadist juga membukukan bab-bab kitab tertentu dalam shahihnya, tentang keterlibatan perempuan dalam jihad. Di samping itu para perempuan pada masa Nabi aktif dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin seperti Ummu Salim binti Malhan, ada juga yang menjadi perawat, bidan dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Islam telah memberi kedudukan yang sama antara laki-laki dengan perempuan. Kaum perempuan dibenarkan untuk aktif dalam berbagai kegiatan, atau bekerja dalam berbagai bidang, di dalam maupun di luar rumah, secara mandiri, bersama orang lain. Di lembaga pemerintahan maupun swasta. Selama pekerjaan itu dilakukan dalam kondisi terhormat, sopan, serta dapat memelihara agamanya, terjamin keamannya dan dapat pula menghindarkan dampak-dampak negative terhadap diri dan lingkungannya. Dengan demikian, nyatalah bahwa sangat jauh berbeda antara perlakuan perempuan sebelum Islam dengan sesudahnya. </br
>Dalam surat Al Alaq : 1-5 terlihat bahwa, Al-Qur’an tidak membedakan antara laki-laki dengan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Al-Qur’an juga tidak membedakan orang-orang yang terhormat, yang mempunyai jabatan, kedudukan tidak pernah dibedakan dengan rakyat jelata. Dalam hal menuntut ilmu pengetahuan.
Surat Al Alaq ini dilihat dari urutan turunnya adalah ayat yang pertama kali turun, walaupun kemudian tidak ditempatkan di surat permulaan dalam mushhaf Al-Qur’an. Tetapi kalau dilihat dari segi maknanya, memang ayat ini yang pas untuk turun pertama kali, karena kondisi dunia, peradaban dunia saat itu, menuntut dan tepat untuk turun lebih awal, untuk memberantas perbedaan hak dan kewajiban yang diterima oleh laki-laki dan perempuan pada zaman sebelum turunnya Al-Qur’an. Maka dengan turunnya ayat ini menempatkan wanita pada kedudukan yang sama dalam hak menuntut ilmu.
Dalam sejarah tercatat bahwa wanita Islam banyak yang terlibat langsung dalam aktivitas, yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Islam memberi kesempatan seluas-luasnya kepada wanita untuk berkecimpung dalam dunia yang memungkinkan untuk dilakukan wanita. Tercatat nama-nama seperti Ummu Salamah, Shofiah, Laila Al Ghofariyah, Ummu Sinam al Aslamiyah dan lain-lainnya adalah tokoh wanita yang terlibat dalam peperangan. Imam Bukhori ahli hadist juga membukukan bab-bab kitab tertentu dalam shahihnya, tentang keterlibatan perempuan dalam jihad. Di samping itu para perempuan pada masa Nabi aktif dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin seperti Ummu Salim binti Malhan, ada juga yang menjadi perawat, bidan dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Islam telah memberi kedudukan yang sama antara laki-laki dengan perempuan. Kaum perempuan dibenarkan untuk aktif dalam berbagai kegiatan, atau bekerja dalam berbagai bidang, di dalam maupun di luar rumah, secara mandiri, bersama orang lain. Di lembaga pemerintahan maupun swasta. Selama pekerjaan itu dilakukan dalam kondisi terhormat, sopan, serta dapat memelihara agamanya, terjamin keamannya dan dapat pula menghindarkan dampak-dampak negative terhadap diri dan lingkungannya. Dengan demikian, nyatalah bahwa sangat jauh berbeda antara perlakuan perempuan sebelum Islam dengan sesudahnya. </br
0 Response to "Kedudukan Wanita Dalam Perspektif Islam"
Posting Komentar