Prof DR H Ahmad Zahro, MA
Beberapa waktu
sebelum menjadi presiden, Gus Dur yang peduli dengan rakyat kecil, yang tidak
hidup mewah dan berfoya-foya, pernah melontarkan gagasan : “Agar di Indonesia
ini tidak ada pengemis, maka mari kita kompak tidak memberi kepada pengemis”.
Karena adanya pengemis, karena diberi. Kalau semua kompak untuk tidak memberi,
maka pengemis akan alih profesi dan otomatis akan tidak ada lagi pengemis.
Namun ini agaknya berbeda dengan firman Allah SWT dalam surah Al Ma’arij :
24-25) yang maknanya :
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). Rasulullah sendiri tidak mencela pengemis, tetapi memuji orang yang memberi, “ Alyadul ‘ulyaa khairun min yadis suflaa ( Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah).
Sementara ada wawasan dan gagasan baru, bahkan sudah menjadi merk seorang dai tertentu, bahkan sudah tersohor di mana-mana. Yakni anjuran sedekah dengan extravaganza. Anjuran sedekah secara berlebihan, sampai-sampai ada yang nekat berhutang untuk bersedekah, karena janji besarnya pahala sedekah yang akan didapatkannya di dunia (sedekahnya akan kembali). Dan kenyataannya banyak yang mengeluh, karena setelah berhutang dan mereka melakukan itu, uangnya tidak kembali.
Memang Di dalam Al Qur’an maupun Al Hadis anjuran bersedekah ini banyak. Bahkan Rasulullah SAW bersabda : maa naqashad shodaqatun min maalin ( sungguh secara haqiqi, harta yang disedekahkan itu berkurang). Jadi orang yang bersedekah itu tidak akan berkurang, walaupun secara matematis berkurang, tetapi secara spiritual, tidak. Tetapi ini bukan anjuran secara membabi buta hingga mengijinkan seseorang yang tidak punya, berhutang untuk bersedekah. Karena ini hanya akan mencari celaka sendiri. Pahadal Allah SWT befirman dalam surah Al Baqarah : 195. yang maknanya : Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Dengan demikian kalau ingin bersedekah, ikutilah anjuran Allah seperti dalam surah Al Isra’ : 29 yang maknanya : Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Semakna dengan ini adalah surah Al Furqan : 67 yang maknanya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Ini yang mestinya di tempuh, yakni jalan tengah sehingga seimbang, karena kalau terlalu individualistik akan tercela terlalu sosialistik juga akan tercela. Pahala dalam setiap kebaikan akan kita dapat, tetapi kalau sudah melampaui batas tentu tidak lagi. Kalau pun mendapat pahala tetapi juga akan mendapat akibat sunnatullah. Dan Sunnatullah ini semua orang akan terkena. Orang yang berlebihan sedekah, akan habis. Orang yang bakhil, kikir, akan dimusuhi banyak orang. Dan bisa juga hartanya akan diambil Allah dengan caraNya sendiri. Misalnya dengan diberinya sakit yang tidak sembuh-sembuh, sehingga hartanya terkuras. Atau dengan cara menimpakanya kebakaran atau perampokan dlsb.
Yang wajib kita sadari adalah wajib sadar bahwa dalam kekayaan kita, dalam riski yang kita terima dari Allah SWT, ada hak orang lain. Jadi bukan seluruhnya hak milik kita. Sungguh sebagai hamba Allah yang beriman kepadaNya, yang yakin terhadap kekuasaan dan kemurahan Allah SWT. Kalau kita sadar bahwa di dalam harta kita ada hak orang lain, makanya mestinya tidak ada rasa eman untuk berderma. Kewajiban ada tiga trap pertama, hak zakat yang mutlak harus dikeluarkan sesuai dengan ketentuan. Kedua, hak infaq, yang secara moral kita juga harus keluarkan, misalnya untuk membantu para korban bencana, membantu keluarga yang mendapat musibah. Ketiga, sedekah. Ini kelonggaran, kalau mau silakan, kalau tidak mau juga tidak mengapa. Tetapi ketiganya berpahala. tergantung menegement niat. Setelah ada kesadaran terhadap kewajiban formal kita, ada kewajiban moral dan kelapangan spiritual terhadap harta kita.
Allah SWT berfirman surah Saba’ : 39 yang maknanya : Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
Jadi janji Allah kepada siapa saja yang menafkahkan harta benda, dia akan diberi ganti. Baik berupa zakat, infaq maupun shadaqah. Dan janji Allah pasti terjadi. Namun motivasinya hanyalah karena Allah, bukan karena yang lain. Oleh karena itu, marilah kita bersihkan harta kita. Terutama yang kaya, tetapi walaupun tidak kaya, sebaiknya membiasakan untuk membersihkan hartanya dengan zakat, infaq ataupun shadaqah walaupun dengan harta yang sedikit itu.
Kesadaran ini saya tekankan karena penting, karena di tengah-tengah zaman individualis seperti sekarang ini, di zaman orang-orang di rumah susun, di perumahan, maka hidup peduli tetangga, peduli sesama, mulai berkurang. Maka dari itu, kita bangkitkan kembali solidaritas umat Islam, sesama bangsa, solidaritas kemanusiaan. Karena sesungguhnya umat Islam itu kaya, buktinya akan berangkat haji saja harus menunggu hingga 10 tahun. Padahal idealisnya daripada berhaji berkali-kali lebih baik kalau jatah haji dibagi bersama, untuk kepentingan yang lebih membutuhkan, agar yang miskin bisa terentas. Tetapi karena individualismenya tinggi. Kalau haji karena dirinya, maka berapapun mereka usahakan walaupun sudah berangkat berkali-kali. Mereka merasa bangga, padahal menurut saya moral sosialnya tercela, karena dia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Untuk itu marilah sadarkan diri kita sendiri bahwa dalam harta kita terdapat harta orang lain yang menjadi haknya, yang harus kita keluarkan, sebagai tanda kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar, agar kita menjadi suci diri, dan harta kita, dan barakah rizki kita, barakah hidup kita.
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). Rasulullah sendiri tidak mencela pengemis, tetapi memuji orang yang memberi, “ Alyadul ‘ulyaa khairun min yadis suflaa ( Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah).
Sementara ada wawasan dan gagasan baru, bahkan sudah menjadi merk seorang dai tertentu, bahkan sudah tersohor di mana-mana. Yakni anjuran sedekah dengan extravaganza. Anjuran sedekah secara berlebihan, sampai-sampai ada yang nekat berhutang untuk bersedekah, karena janji besarnya pahala sedekah yang akan didapatkannya di dunia (sedekahnya akan kembali). Dan kenyataannya banyak yang mengeluh, karena setelah berhutang dan mereka melakukan itu, uangnya tidak kembali.
Memang Di dalam Al Qur’an maupun Al Hadis anjuran bersedekah ini banyak. Bahkan Rasulullah SAW bersabda : maa naqashad shodaqatun min maalin ( sungguh secara haqiqi, harta yang disedekahkan itu berkurang). Jadi orang yang bersedekah itu tidak akan berkurang, walaupun secara matematis berkurang, tetapi secara spiritual, tidak. Tetapi ini bukan anjuran secara membabi buta hingga mengijinkan seseorang yang tidak punya, berhutang untuk bersedekah. Karena ini hanya akan mencari celaka sendiri. Pahadal Allah SWT befirman dalam surah Al Baqarah : 195. yang maknanya : Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Dengan demikian kalau ingin bersedekah, ikutilah anjuran Allah seperti dalam surah Al Isra’ : 29 yang maknanya : Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Semakna dengan ini adalah surah Al Furqan : 67 yang maknanya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Ini yang mestinya di tempuh, yakni jalan tengah sehingga seimbang, karena kalau terlalu individualistik akan tercela terlalu sosialistik juga akan tercela. Pahala dalam setiap kebaikan akan kita dapat, tetapi kalau sudah melampaui batas tentu tidak lagi. Kalau pun mendapat pahala tetapi juga akan mendapat akibat sunnatullah. Dan Sunnatullah ini semua orang akan terkena. Orang yang berlebihan sedekah, akan habis. Orang yang bakhil, kikir, akan dimusuhi banyak orang. Dan bisa juga hartanya akan diambil Allah dengan caraNya sendiri. Misalnya dengan diberinya sakit yang tidak sembuh-sembuh, sehingga hartanya terkuras. Atau dengan cara menimpakanya kebakaran atau perampokan dlsb.
Yang wajib kita sadari adalah wajib sadar bahwa dalam kekayaan kita, dalam riski yang kita terima dari Allah SWT, ada hak orang lain. Jadi bukan seluruhnya hak milik kita. Sungguh sebagai hamba Allah yang beriman kepadaNya, yang yakin terhadap kekuasaan dan kemurahan Allah SWT. Kalau kita sadar bahwa di dalam harta kita ada hak orang lain, makanya mestinya tidak ada rasa eman untuk berderma. Kewajiban ada tiga trap pertama, hak zakat yang mutlak harus dikeluarkan sesuai dengan ketentuan. Kedua, hak infaq, yang secara moral kita juga harus keluarkan, misalnya untuk membantu para korban bencana, membantu keluarga yang mendapat musibah. Ketiga, sedekah. Ini kelonggaran, kalau mau silakan, kalau tidak mau juga tidak mengapa. Tetapi ketiganya berpahala. tergantung menegement niat. Setelah ada kesadaran terhadap kewajiban formal kita, ada kewajiban moral dan kelapangan spiritual terhadap harta kita.
Allah SWT berfirman surah Saba’ : 39 yang maknanya : Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
Jadi janji Allah kepada siapa saja yang menafkahkan harta benda, dia akan diberi ganti. Baik berupa zakat, infaq maupun shadaqah. Dan janji Allah pasti terjadi. Namun motivasinya hanyalah karena Allah, bukan karena yang lain. Oleh karena itu, marilah kita bersihkan harta kita. Terutama yang kaya, tetapi walaupun tidak kaya, sebaiknya membiasakan untuk membersihkan hartanya dengan zakat, infaq ataupun shadaqah walaupun dengan harta yang sedikit itu.
Kesadaran ini saya tekankan karena penting, karena di tengah-tengah zaman individualis seperti sekarang ini, di zaman orang-orang di rumah susun, di perumahan, maka hidup peduli tetangga, peduli sesama, mulai berkurang. Maka dari itu, kita bangkitkan kembali solidaritas umat Islam, sesama bangsa, solidaritas kemanusiaan. Karena sesungguhnya umat Islam itu kaya, buktinya akan berangkat haji saja harus menunggu hingga 10 tahun. Padahal idealisnya daripada berhaji berkali-kali lebih baik kalau jatah haji dibagi bersama, untuk kepentingan yang lebih membutuhkan, agar yang miskin bisa terentas. Tetapi karena individualismenya tinggi. Kalau haji karena dirinya, maka berapapun mereka usahakan walaupun sudah berangkat berkali-kali. Mereka merasa bangga, padahal menurut saya moral sosialnya tercela, karena dia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Untuk itu marilah sadarkan diri kita sendiri bahwa dalam harta kita terdapat harta orang lain yang menjadi haknya, yang harus kita keluarkan, sebagai tanda kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar, agar kita menjadi suci diri, dan harta kita, dan barakah rizki kita, barakah hidup kita.
0 Response to "Sucikan Harta Dengan Berderma"
Posting Komentar