:: Para
Pemikir Barat Merekomendasikan Poligami ::
(1/2)
(1/2)
Tidak dinyana, di tengah-tengah gencarnya aksi protes
dan hujatan terhadap poligami, para pemikir western setelah melakukan
penelitian dan berangkat dari pengalaman hidupnya, turut merekomendasikan
poligami.
Phillip Killbride, seorang Profesor Antropologi pada
Bryn Mawr College Pennsylvania menulis sebuah buku yang berisi studi tentang
poligami yang berjudul ”Plural Marriage for Our Times – Reinvented Options”
(Westport, Connecticut: Bergin and Garvey: 1994). Ia melakukan sebuah studi
mendalam tentang poligami dan dipaparkannya dalam seribuan halaman bukunya ini
dimana Professor Killbride menunjukkan beserta bukti dan contoh-contohnya bahwa
poligami di zaman ini memiliki benefit (keuntungan) yang positif.
Audrey Chapman, seorang family therapist and
relationship expert (ahli terapi masalah keluarga dan hubungan), menulis
buku “Man Sharing : Dilemma or Choice” (New York: William Morrow and Co.: 1986)
yang menunjukkan perbandingan baik buruknya poligami, yang akhirnya dia
menunjukkan bahwa poligami adalah opsi terbaik di dalam menanggulangi
masalah-masalah percintaan, keluarga dan moralitas.
Seorang aktivis pembela hak-hak wanita dan mantan
pengacara, Adriana Blake, menulis buku ”Women Can Win The Marriage Lottery :
Share Your Man With Another Wife – The Case For Plural Marriage” (Orange
County University Press, 1996), merekomenasikan bahwa poligami adalah opsi terbaik
di dalam meninggalkan kelajangan dan memperoleh hak-hak hidup yang legal dan
terhormat di saat penipuan, kejahatan seksual dan degradasi moral terjadi.
Annie Besant, seorang pemikir dan ahli teologi
terkenal, yang namanya tidak asing bagi kalangan feminis dan liberalis atau
pemerhati buku, dimana tidak sedikit karya tulisnya berjejer di rak-rak buku
Islami, ia mengatakan :
You Can Find others stating that
religion (Islam) is evil, because it sanctions a limited poligamy. But you
don’t hear as a rule the criticism which I spoke out one day in a london hall
where I knew that the audience was entirely uninstructed. I pointed out to them
that monogamy with a blended mass of prostitution was hypocrisy and more
degrading than a limited poligamy. Naturally a statement like that gives
offence, but it has to be made, because it must be remembered that the law of
Islam in relation to women was untill lately, when parts of it has been
imitated in England, the most just law as far as women are concerned, to be found
in the world. Dealing with property, dealing with rights of succession and so
on, dealing with cases of divorce, it was far beyond the law of the West, in
the respect that was paid to the rights of women. Those things are forgotten
while people are hypnotized by the words monogamy and poligamy and do not look
at what lies behind it in the West – the frightful degradation of women who are
thrown into the streets when their first potectors, weary of them, no longer
give them any assistance… I often think that woman is more free in Islam than
in Christianity. Woman is more protected by Islam than by the faith which
preaches monogamy. In the Qur’an the law about woman is more and liberal. It is
only in the last twenty years that christian England, has recognised the rigt
of a woman to property, while Islam has allowed this rigth from all times…”
“Anda dapat menemukan orang-orang lain
menyatakan bahwa agama (Islam) ini buruk, karena memperbolehkan poligami yang
terbatas. Tapi Anda tidak mendengar lazimnya kecaman yang saya lontarkan pada
suatu hari di “London Hall” (Balai Pertemuan London) dimana saya telah
mengetahui bahwa para hadirin ketika itu sama sekali tidak terkendali. Aku
tunjukkan pada mereka bahwa monogami yang disertai dengan campuran unsur
prostitusi di dalamnya adalah suatu kemunafikan dan lebih hina dibandingkan
dengan poligami terbatas. Secara alami, pernyataan seperti itu akan mendapatkan
penentangan, namun hal ini mau tidak mau harus dinyatakan, karena haruslah
diingat bahwa hukum Islam yang berkaitan dengan wanita hingga sampai saat ini,
ketika beberapa bagian dari hukum itu ditiru di Inggris, adalah hukum yang
paling adil, sejauh mana (hak-hak) wanita (juga) dipedulikan, (yang) dapat
ditemukan di dunia, baik yang berkaitan dengan properti (barang/hak milik),
berkaitan dengan hak warisan atau selainnya, atau berkaitan dengan perceraian,
dan ini semua berada jauh sebelum hukum Barat memberikan respek dan mengatur
hak-hak wanita. Semuanya ini dilupakan ketika mereka terhipnotis dengan
kata-kata monogami dan poligami dan tidak melihat apa yang berada di
belakangnya di dunia Barat – (ketika) perendahan wanita secara mengerikan yang
dibuang di jalanan, dimana pelindung pertama mereka bosan terhadap mereka dan
tidak dapat lagi memberikan pertolongan bagi mereka… Saya sering berfikir bahwa
wanita lebih bebas di dalam Islam daripada di kristiani. Wanita lebih
dilindungi oleh Islam daripada keyakinan yang memuji monogami. Di dalam al-Qur’an, hukum tentang wanita itu lebih
adil dan liberal. Hanya baru pada abad dua puluh ini negeri Inggris yang
kristiani, mengenal hak-hak wanita tentang properti (kepemilikan) sedangkan
Islam memperbolehkan hak (kepemilikan) ini pada semua waktu...” [Annie Besant, The
Life and Teachings of Muhammad (Madras:1932), hal. 25-26].
Apa yang dilontarkan
oleh Annie Bessant ini adalah pernyataan yang jujur dan obyektif.
Demikian pula apa yang dinyatakan oleh
Elizabeth Joseph, seorang pengacara dan jurnalis dari Big Water - Utah, yang
memberikan ceramah di National Organization for Women Conference
(Konferensi Organisasi Nasional Bagi Wanita) yang berjudul : “Creating Dialogue
: Women Talking to Women” pada bulan Mei tahun 1997. ia memberikan pendapat
positif tentang poligami. Ia mengatakan bahwa salah satu pahlawan wanitanya,
yaitu Dr. Martha Hughes Cannon yang menjadi wanita pertama anggota dewan
legislatif pada tahun 1896, bahwa Dr. Martha ini bukan hanya seorang dokter
namun ia juga seorang isteri yang dipoligami.
Elizabeth juga
berkata :
As a Journalist, I
work many unpredictable hours in fast-paced environtments. The news determined
my schedule. But am I calling home, asking my husband to please pick up the
kids and pop something in the microwave and get them to bed on time just in
case I’m really late? Because of my plural marriage arrangement, I don’t have
to worry… it’s helpful to think of Polygamy in terms of a free market approach
to marriage. Why shouldn’t you or your daughters have the oppurtinity to marry
the best man available, regardless of his marital status?
“Sebagai seorang jurnalis, aku
seringkali bekerja dalam waktu yang tidak dapat diprediksikan di dunia yang
serba cepat ini. Beritalah yang menentukan jadwalku. Tapi, apakah aku pernah
menelpon rumah, meminta suamiku untuk menjemput anak-anak dan memasak sesuatu
di microwave dan menidurkan mereka pada waktunya, khawatir kalau-kalau aku
nanti benar-benar terlambat? Karena rencana perkawinan poligami-ku-lah aku
tidak perlu khawatir… sangatlah membantu untuk berfikir tentang poligami dalam
bentuk pendekatan pasar bebas di dalam menikah. Kenapa anda atau saudara
perempuan anda tidak mencoba menikahi pria terbaik yang pernah ada, tanpa
mempedulikan status perkawinannya?”
0 Response to "Rekomendasi Poligami"
Posting Komentar