Oleh : Zaldy Munir
ALLAH SWT menciptakan alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi
dari setiap elemen alam ini. Mata hari punya fungsi, bumi punya fungsi,
udara punya fungsi, begitulah seterusnya; bintang-bintang, awan, api, air,
tumbuh-tumbuhan dan seterusnya hingga makhluk yang paling kecil masing-masing
memiliki fungsi dalam kehidupan. Pertanyaan kita adalah apa sebenarnya fungsi
manusia dalam pentas kehidupan ini? Apakah sama fungsinya dengan hewan dan
tumbuh-tumbuhan? atau mempunyai fungsi yang lebih istimewa ?
Bagi seorang atheis, manusia tak lebih dari fenomena alam seperti
makhluk yang lain. Oleh karena itu, manusia menurut mereka hadir di muka bumi
secara alamiah dan akan hilang secara alamiah. Apa yang dialami manusia,
seperti peperangan dan bencana alam yang menyebabkan banyak orang mati, adalah
tak lebih sebagai peristiwa alam yang tidak perlu diambil pelajaran atau
dihubungkan dengan kejahatan dan dosa, karena dibalik kehidupan ini tidak ada
apa-apa, tidak ada Tuhan yang mengatur, tidak ada sorga atau neraka, seluruh
kehidupan adalah peristiwa alam. Bagi orang atheis fungsi manusia tak berbeda
dengan fungsi hewan atau tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagai bagian dari alam.
Bagi orang yang menganut faham sekuler, manusia adalah
pemilik alam yang boleh mengunakannya sesuai dengan keperluan. Manusia berhak
mengatur tata kehidupan di dunia ini sesuai dengan apa yang dipandang perlu,
dipandang baik dan masuk akal karena manusia memiliki akal yang bisa mengatur
diri sendiri dan memutuskan apa yang dipandang perlu. Mungkin dunia dan manusia
diciptakan oleh Tuhan, tetapi kehidupan dunia adalah urusan manusia, yang tidak
perlu dicampuri oleh agama. Agama adalah urusan individu setiap orang yang
tidak perlu dicampuri oleh orang lain apa lagi oleh negara.
Agama Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat,
yaitu sebagai hamba Allah (`abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah)
di muka bumi. Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki
kekuasaan. Oleh karena itu, tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah
diri kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat
besar, karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi
memiliki tanggung jawab dan otoritas yang sangat besar.
Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan
alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang
diciptakan Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil Tuhan manusia juga diberi
otoritas ketuhanan; menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan kebenaran, membasmi
kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk menghukum mati
manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Allah,
manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi
kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia dilengkapi Tuhan dengan
kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa
nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk yang
sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus
hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.
Fungsi Khalifah
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan
Alquran terhadap lingkungan bersumber dari fungi manusia sebagai
khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia
dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai
tujuan penciptaannya. Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang
tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang,
atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi
kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati
proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang
terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga
ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan
terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.”
Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya
diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki
ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk
menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara
wajar dan baik.
Karena itu dalam Alquran ditegaskan bahwa :
“Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat-umat (juga) seperti manusia...” (QS. Al-An’am
[6] : 38)
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia
kepada kesadaran bahwa apapun yang berada di
dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali
amanat yang harus dipertanggungjawabkan.
“Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin yang berhembus di
udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan
pertanggungjawabannya, manusia menyangkut pemeliharaan dan
pemanfaatannya”, demikian kandungan penjelasan Nabi
Saw. tentang firman-Nya dalam Alquran
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kemikmatan (yang kamu peroleh).” (At-Takatsur, [102]: 8)
Dengan demikian manusia bukan saja
dituntut agar tidak alpa dan angkuh terhadap sumber
daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan apa yang
sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di
sekitar manusia.
“Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada
di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang
ditentukan” (QS Al-Ahqaf [46]: 3).
Pernyataan Allah ini mengundang seluruh manusia untuk
tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri,
kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, melainkan juga harus
berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua
pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam
atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Memang, istilah
penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam. Istilah itu
muncul dari pandangan mitos Yunani yang beranggapan bahwa
benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang memusuhi
manusia sehingga harus ditaklukkan.
Yang menundukkan alam menurut Alquran adalah Allah.
Manusia tidak sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan
yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
“Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi
kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu.” (QS.
Az-Zukhruf [43]: 13)
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi
keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah,
sehingga mereka harus dapat bersahabat. Aquran menekankan agar umat Islam meneladani
Nabi Muhammad Saw. yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala
sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad Saw. bahkan memberi nama
semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak bernyawa.
“Nama” memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu
mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Ini berarti bahwa manusia dapat memanfaatkannya dengan
sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh
tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah
direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia tidak
boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Ia tidak boleh
diperbudak oleh benda-benda sehingga mengorbankan kepentingannya sendiri.
Manusia dalam hal ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh
meraih apapun asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya tidak
mengorbankan kepentingannya di akhirat kelak.
Memanfaatkan Segala Potensi
Manusia merupakan khalifah di bumi ini, diciptakan oleh Allah
dengan berbagai kelebihan dan kesempurnaan yang menyertainya. Kita diberi akal
pikiran dan juga hawa nafsu sebagai pelengkapnya. Manusia telah diberikan
berbagai fasilitas di muka bumi sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia. Semua
yang kita perlukan telah terhampar di alam semesta, manusia hanya perlu
mengelolanya saja.
Dalam kelangsungan hidup manusia terjadi berbagai
perkembangan di dunia, semakin kompleksnya kebutuhan manusia, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dengan terciptanya berbagai mesin-mesin dan berbagai
alat komunikasi yang membantu meringankan kehidupan dan pekerjaan manusia.
Didorong dengan nafsu keserakahannya, manusia hanya berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya, negara hanya berpikir untuk memajukan perekonomian dan pembangunan
besar-besaran diberbagai sektor, tanpa memikirkan dampak lingkungan yang
diakibatkan dari apa yang dilakukan manusia. Termasuk penduduk Indonesia
perilakunya juga seperti itu, bisa dikatakan kepeduliannya sangat kecil
terhadap lingkungan, ini tidak lepas dari tingkat kesadaran masyarakat dan juga
desakan ekonomi yang juga menuntut masyarakat berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa menghiraukan dampak lingkungan yang diakibatkan.
Kegiatan manusia di dunia ini banyak menimbulkan masalah
bagi lingkungan, erosi tanah, polusi udara, banjir, tanah longsor, tanah yang
hilang kesuburannya, hilangnya spesies-spesies dalam ekosistem, kekeringan,
hilangnya biota-biota laut dan yang paling memprihatinkan adalah pemanasan suhu
global, yaitu peristiwa pemanasan bumi yang disebabkan oleh peningkatan ERK
(Efek Rumah Kaca) yang disebabkan oleh gas rumah kaca (GRK), seperti CO2, CH4,
Sulfur dan lain-lain yang menyerap sinar panas atau menyebabkan terperangkapnya
panas matahari (sinar infra merah). ERK (greenhouse effect) bukan
berarti disebabkan oleh bangunan-bangunan yang berdinding kaca, tapi hanya
merupakan istilah yang berasal dari para petani di daerah iklim sedang yang
menanam tanaman di rumah kaca.
Global Warming sangat perlu diperhatikan oleh seluruh
penduduk dunia, dan termasuk didalamnya penduduk Indonesia, dengan bersinergi
menurunkan dan memperlambat peningkatan greenhouse effect.
Langkah-langkah nyata harus dilakukan oleh masyarakat, karena sangat besarnya
dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global bagi kelangsungan hidup manusia
dan makhluk lain yang hidup di bumi.
Kita ketahui Indonesia merupakan negara maritim. Pemanasan
global yang saat ini terjadi akan memicu naiknya suhu atmosfer bumi, dan akan
menaikkan permukaaan air laut, yang juga didukung oleh pencairan es di kutub
bumi. Hal ini dapat memicu tenggelamnya negara kita, didahului dengan
tenggelamnya ribuan pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia. Kalau pemanasan
global tidak cepat ditanggulangi dan membiarkan kegiatan-kegiatan manusia yang
tidak ramah dengan lingkungan, mungkin beberapa abad lagi negara kita akan
tenggelam dan berakhirlah peradaban manusia di dunia.
Seiring pertumbuhan penduduk yang cenderung tidak dapat
dikendalikan dan selalu menunjukkan peningkatan. Hal ini juga terjadi di Indonesia,
akan memicu naiknya kebutuhan-kebutuhan manusia seperti pangan, tempat tinggal,
listrik, BBM dan banyak kebutuhan lainnya. Kesemuanya itu akan meningkatkan
kebutuhan manusia akan lahan-lahan yang digunakan untuk produksi pertanian,
perkebunan, pertambangan, tempat tinggal, jalan-jalan dan fasilitas umum. Hal
ini tidak bisa dipungkiri, dan akhirnya terjadilah penebangan pohon-pohon dan
hutan untuk memenuhi kebutuhan untuk bahan baku industri tanpa menghiraukan
dampak lingkungan yang akan diderita.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati
proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang
terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga
ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan
terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.”
Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa
semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta
semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang
Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus
diperlakukan secara wajar dan baik.
Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan
alam semesta untuk kesejahteraan ummat manusia, karena alam semesta memang
diciptakan Allah untuk manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi
sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam
menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia
dilengkapi Tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal,
hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk
menjadi makhluk yang sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensil
untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang
0 Response to "FUNGSI MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DI MUKA BUMI"
Posting Komentar