KH Bashori Alwi Murtadlo
Halal adalah
istilah bahasa Arab dalam agama Islam yang berarti "diizinkan" atau
"boleh". Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering
digunakan untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang diizinkan untuk
dikonsumsi menurut dalam Islam. Sedangkan dalam arti yang lebih luas istilah
halal merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan menurut hukum Islam
(aktivitas, tingkah laku, cara berpakaian dll). Haram adalah sebuah status hukum
terhadap suatu aktivitas atau keadaan suatu benda (misalnya makanan). Aktivitas
yang berstatus hukum haram atau makanan yang dianggap haram adalah dilarang
secara keras.
Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan segala jenis makanan untuk dikonsumsi oleh umat manusia, namun hanya sebagian orang yang mau berfikir makna perintah dan larangan Allah SWT mengenai halal dan haramnya makanan untuk dikonsumsi. Dia telah menurunkan rasul-Nya, Rasulullah SAW, yang menjelaskan kepada kita apa-apa yang tidak kita pahami.
Dia-lah Allah, yang telah memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik dan bersyukur kepada-Nya, sebagai bukti kecintaan kita sebagai hamba-Nya. Allah SWT telah berfirman yang maknanya : “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS An Nahl: 114) Marilah kita senantiasa meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT di mana, kapan dan dalam keadaan bagaimanapun kita berada.
Termasuk taqwa adalah memahami, menghayati serta mengamalkan perintah Allah di dalam surah al Baqarah : 172 yang maknanya : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.
Dalam surah tersebut intinya, wajiblah kita berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman sehari-hari, jangan sampai tercampur dengan yang subhat (yang belum jelas kehalalannya), apalagi jelas-jelas haram, karena makanan haram itu akan menjadi darah yang mengalir di dalam tubuh kita dan masuk ke dalam hati kita yang aslinya bersifat suci, murni dan bersih menjadi kotor karena keracunan dosa-dosa akibat memakan makanan dan minuman yang dilarang oleh Allah SWT. Ibnu Katsir dalam tafsirnya membahas ayat ini, ada disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas r.a. beliau berkata :
Telah dibaca ayat ini di hadapan Nabi SAW yang artinya : “Wahai semua manusia makanlah dari apa yang di bumi ini, yang halal hukumnya dan bagus menurut kesehatan! Lantas berdirilah shahabat Sa’ad bin Abii Waqqash lalu berkata :”Wahai Rasulullah! Berdoalah kepada Allah semoga hamba dijadikanNya orang yang diterima doanya ! Lantas beliau bersabda :”Wahai Sa’ad! Perbaguslah makananmu pastilah engkau menjadi orang yang maqbul do’anya. Demi Allah yang menguasai diri Muhammad, sesungguhnya orang laki-laki pastilah ia menelan sesuap makanan yang haram di dalam mulutnya, maka ia tak akan diterima semau doanya selama 40 hari, dan siapapun seorang hamba yang daging tubuhnya tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka adalah lebih utama baginya”.
Perlu kiranya dijelaskan, bahwa haram yang dimaksud di dalam Al-Qur’an dan Hadist tersebut adalah mencakup haram dzat dan sifatnya (benda dan sifatnya). Seperti disebutkan dalam ayat selanjutnya AlBaqarah :173 yang maknanya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dalam ayat ini jelas yang diharamkan makan bendanya yakni bangkai, darah dan daging babi. Sedang yang dimaksud wamaa uhilla lighoirillahi bihi (dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah). Yang diharamkan adalah sifat penyembelihannya. Sekalipun bendanya halal dimakan seperti kambing, lembu atau unta. Termasuk haram karena sifatnya adalah memakan riba. Sebagaimana firman Allah walaa ta’kulur riba (janganlah memakan riba). Juga termasuk makan apa saja yang bendanya halal namun sifat memperolehnya dengan cara haram, misalnya seperti mencuri, menipu, korupsi dlsb. Ini semua termasuk makan makanan yang menyebabkan doa seseorang tidak diterima Allah, sedang daging tubuhnya lebih diutamakan masuk neraka. Perlu diingat kembali, bahwa syarat qobul (diterima)nya ibadah, baik berupa shalat, puasa, haji dan sebagainya adalah makanan orang yang beribadah itu, pakaian rumah yang ditempatinya adalah halal. Orang yang makanannya, pakaiannya, dan tempat tinggalnya haram, sekalipun ibadahnya termasuk absah (tidak batal yang menyebabkan wajib qadho’), namun tidak diterima oleh Allah SWT, artinya tidak diberi pahala.
Semoga kita semua, keluarga dan anak turun kita diselamatkan dari makan makanan yang haram baik dzatnya maupun sifatnya. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang shaleh yang selalu mencari keridhoan-N
Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan segala jenis makanan untuk dikonsumsi oleh umat manusia, namun hanya sebagian orang yang mau berfikir makna perintah dan larangan Allah SWT mengenai halal dan haramnya makanan untuk dikonsumsi. Dia telah menurunkan rasul-Nya, Rasulullah SAW, yang menjelaskan kepada kita apa-apa yang tidak kita pahami.
Dia-lah Allah, yang telah memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik dan bersyukur kepada-Nya, sebagai bukti kecintaan kita sebagai hamba-Nya. Allah SWT telah berfirman yang maknanya : “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS An Nahl: 114) Marilah kita senantiasa meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT di mana, kapan dan dalam keadaan bagaimanapun kita berada.
Termasuk taqwa adalah memahami, menghayati serta mengamalkan perintah Allah di dalam surah al Baqarah : 172 yang maknanya : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.
Dalam surah tersebut intinya, wajiblah kita berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman sehari-hari, jangan sampai tercampur dengan yang subhat (yang belum jelas kehalalannya), apalagi jelas-jelas haram, karena makanan haram itu akan menjadi darah yang mengalir di dalam tubuh kita dan masuk ke dalam hati kita yang aslinya bersifat suci, murni dan bersih menjadi kotor karena keracunan dosa-dosa akibat memakan makanan dan minuman yang dilarang oleh Allah SWT. Ibnu Katsir dalam tafsirnya membahas ayat ini, ada disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas r.a. beliau berkata :
Telah dibaca ayat ini di hadapan Nabi SAW yang artinya : “Wahai semua manusia makanlah dari apa yang di bumi ini, yang halal hukumnya dan bagus menurut kesehatan! Lantas berdirilah shahabat Sa’ad bin Abii Waqqash lalu berkata :”Wahai Rasulullah! Berdoalah kepada Allah semoga hamba dijadikanNya orang yang diterima doanya ! Lantas beliau bersabda :”Wahai Sa’ad! Perbaguslah makananmu pastilah engkau menjadi orang yang maqbul do’anya. Demi Allah yang menguasai diri Muhammad, sesungguhnya orang laki-laki pastilah ia menelan sesuap makanan yang haram di dalam mulutnya, maka ia tak akan diterima semau doanya selama 40 hari, dan siapapun seorang hamba yang daging tubuhnya tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka adalah lebih utama baginya”.
Perlu kiranya dijelaskan, bahwa haram yang dimaksud di dalam Al-Qur’an dan Hadist tersebut adalah mencakup haram dzat dan sifatnya (benda dan sifatnya). Seperti disebutkan dalam ayat selanjutnya AlBaqarah :173 yang maknanya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dalam ayat ini jelas yang diharamkan makan bendanya yakni bangkai, darah dan daging babi. Sedang yang dimaksud wamaa uhilla lighoirillahi bihi (dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah). Yang diharamkan adalah sifat penyembelihannya. Sekalipun bendanya halal dimakan seperti kambing, lembu atau unta. Termasuk haram karena sifatnya adalah memakan riba. Sebagaimana firman Allah walaa ta’kulur riba (janganlah memakan riba). Juga termasuk makan apa saja yang bendanya halal namun sifat memperolehnya dengan cara haram, misalnya seperti mencuri, menipu, korupsi dlsb. Ini semua termasuk makan makanan yang menyebabkan doa seseorang tidak diterima Allah, sedang daging tubuhnya lebih diutamakan masuk neraka. Perlu diingat kembali, bahwa syarat qobul (diterima)nya ibadah, baik berupa shalat, puasa, haji dan sebagainya adalah makanan orang yang beribadah itu, pakaian rumah yang ditempatinya adalah halal. Orang yang makanannya, pakaiannya, dan tempat tinggalnya haram, sekalipun ibadahnya termasuk absah (tidak batal yang menyebabkan wajib qadho’), namun tidak diterima oleh Allah SWT, artinya tidak diberi pahala.
Semoga kita semua, keluarga dan anak turun kita diselamatkan dari makan makanan yang haram baik dzatnya maupun sifatnya. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang shaleh yang selalu mencari keridhoan-N
0 Response to "Menjaga Diri Dari Makanan Dan Minuman Yang Haram"
Posting Komentar