DR. H. Abd Kadir
Riyadi, MA
Islam tidak
hanya agama, tetapi mempunyai dimensi-dimensi yang sangat berbeda. Ada dimensi
tauhid, dimensi aqidah, dimensi akhlak, dimensi sosial, dimensi ibadah. Dan
dalam setiap dimensi itu Islam sangat unggul. Ajaran Islam tentang tauhid,
tidak hanya sesuai dengan akal, tetapi sesuai dengan irama hati. Ajaran Islam
tentang Ibadah, misalnya shalat, sungguh sangat komprehensif, sesuai dengan alur
dan irama spiritualitas manusia. Orang yang dengan khusyuk melakukan shalat, ia
akan menemukan sebuah keharmonisan dalam dirinya yang berhubungan dengan Allah
SWT. Dan pada gilirannya akan menemukan keharmonisan dalam kehidupan sosial
sebagai anggota masyarakat.
Aspek syariah selalu terkait dengan aspek akhlak. Aspek akhlak selalu terkait dengan aspek aqidah. Ibarat satu rumah ada lantai, dinding, pilar, pintu, jendela, atap, yang semua itu padu, serasi, membentuk suatu tatanan membentuk bangunan yang elok dan apik. Dan bangunan itulah yang dinamakan Islam. Oleh karena itu, marilah kita merujuk dalam surat Al Baqarah 177. Ketika ayat ini turun, para Ahlul Kitab mempersoalkan perubahan kiblat, dari Baitul Maqdis di Palestian ke Ka’bah di Makkah. Meraka berdebat, kiblat itu yang di sana atau yang di sini. timur apa barat, utara apa selatan. Al-Quran menjawab yang namanya kebaikan, bukan mempersoalkan itu, tetapi kebaikan adalah orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, ….dst.
Kalau kita pecah-pecah lebih lanjut, tiap aspek dari kita akan semakin sadar betapa Islam adalah agama yang sangat agung. Beriman kepada Allah, tidak hanyak beriman kemudian selesai. Beriman kepada Allah adalah mengenai tawakkal kepada Allah SWT. Dan kepasrahan dalam keimanan. Pada gilirannya akan turut membentuk kepribadian kita seorang manusia. Beriman pada hari Akhir adala mengimani sesuatu yang ghaib. Bahwa di luar manusia terlepas dari kemampuan apapun yang kita miliki, ada makhluk-makhluk ghaib yang juga memiliki kekuatan yang jauh di atas kekuatan kita, terutama Allah. Beriman kepada malaikat adalah juga mengimani adanya wahyu yang diturunkan kepada para nabi. Kadang kadang dengan kesombongannya manusia yang seringkali merasa dirinya punya akal, punya kecerdasan, punya kelebihan rasio, merasa dirinya tidak butuh agama, tidak butuh tuntunan berupa kitab suci. Beriman kepada Kitab maknanya bahwa kita dalam hidup ini harus menyelaraskan jalan hidup kita dengan tuntunan yang telah dijelaskan dalam kitab- kitab yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Beriman kepada para Nabi maknanya, bahwa ada orang-orang yang dipilih oleh Allah SWT sebagai teladan dalam hidup kita, merekalah yang bisa menjadi cermin dan contoh bagaimana kita menjalani hidup kita ini. Kalau ini kita hayati, kita renungkan dengan baik dalam proses membina dan mengembangkan karakter diri kita, saya yakin tidak ada seorangpun muslim di dunia ini yang bobrok. Kalau menghayati agamanya mulai masalah tauhid hingga muamalah, setiap muslim akan menjadi orang yang berkualitas, secara sosial, intelektual maupun spiritual.
Berkaitan dengan masalah sosial, bahwa seorang muslim harus rela menafkahkan sebagian hartanya kepada orang-orang yang membutuhkannya. Ada pelajaran yang sangat indah sekali di sini, mengapa menafkahkan harta itu menjadi bagian dalam proses kita menggapai sebuah kebaikan dari Allah SWT. Seolah- oleh Al-Quran mengajarkan bahwa harta itu bisa menjadi media untuk meraih kebaikan kalau kita gunakan dengan baik. Tetapi sebaliknya, bisa menjadi sumber fitnah, sumber kerusakan dan kebobrokan, kalau kita salah dalam mempergunakannya. Dalam hidup kita ini lebih dari 90% waktu dan energi yang kita miliki itu kita gunakan untuk dan demi harta. Al-Qur’am menyadari hal itu. Maka Al-Qur’an mengingatkan untuk tidak terjerumus ke dalam nista harta.
Kemudian mendirikan shalat dan zakat. Ini adalah dimensi ibadah. Kemudian terakhir adalah aspek spiritual, yakni mereka yang memenuhi janjinya ketika berjanji. Dan sabar dalam keadaan sulit. Keempat dimensi ini Tauhid, Sosial, ibadah dan spiritual/akhlak. Semua terintegrasi, membentuk satu keutuhan yang integral.
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim yang memasuki wilayah Islam untuk terus mendalami ajaran agama ini, dengan menghayati dan mengamalkannya dengan baik, sesuai dengan ajaran dan tuntunan nabi Muhammad SAW.
Aspek syariah selalu terkait dengan aspek akhlak. Aspek akhlak selalu terkait dengan aspek aqidah. Ibarat satu rumah ada lantai, dinding, pilar, pintu, jendela, atap, yang semua itu padu, serasi, membentuk suatu tatanan membentuk bangunan yang elok dan apik. Dan bangunan itulah yang dinamakan Islam. Oleh karena itu, marilah kita merujuk dalam surat Al Baqarah 177. Ketika ayat ini turun, para Ahlul Kitab mempersoalkan perubahan kiblat, dari Baitul Maqdis di Palestian ke Ka’bah di Makkah. Meraka berdebat, kiblat itu yang di sana atau yang di sini. timur apa barat, utara apa selatan. Al-Quran menjawab yang namanya kebaikan, bukan mempersoalkan itu, tetapi kebaikan adalah orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, ….dst.
Kalau kita pecah-pecah lebih lanjut, tiap aspek dari kita akan semakin sadar betapa Islam adalah agama yang sangat agung. Beriman kepada Allah, tidak hanyak beriman kemudian selesai. Beriman kepada Allah adalah mengenai tawakkal kepada Allah SWT. Dan kepasrahan dalam keimanan. Pada gilirannya akan turut membentuk kepribadian kita seorang manusia. Beriman pada hari Akhir adala mengimani sesuatu yang ghaib. Bahwa di luar manusia terlepas dari kemampuan apapun yang kita miliki, ada makhluk-makhluk ghaib yang juga memiliki kekuatan yang jauh di atas kekuatan kita, terutama Allah. Beriman kepada malaikat adalah juga mengimani adanya wahyu yang diturunkan kepada para nabi. Kadang kadang dengan kesombongannya manusia yang seringkali merasa dirinya punya akal, punya kecerdasan, punya kelebihan rasio, merasa dirinya tidak butuh agama, tidak butuh tuntunan berupa kitab suci. Beriman kepada Kitab maknanya bahwa kita dalam hidup ini harus menyelaraskan jalan hidup kita dengan tuntunan yang telah dijelaskan dalam kitab- kitab yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Beriman kepada para Nabi maknanya, bahwa ada orang-orang yang dipilih oleh Allah SWT sebagai teladan dalam hidup kita, merekalah yang bisa menjadi cermin dan contoh bagaimana kita menjalani hidup kita ini. Kalau ini kita hayati, kita renungkan dengan baik dalam proses membina dan mengembangkan karakter diri kita, saya yakin tidak ada seorangpun muslim di dunia ini yang bobrok. Kalau menghayati agamanya mulai masalah tauhid hingga muamalah, setiap muslim akan menjadi orang yang berkualitas, secara sosial, intelektual maupun spiritual.
Berkaitan dengan masalah sosial, bahwa seorang muslim harus rela menafkahkan sebagian hartanya kepada orang-orang yang membutuhkannya. Ada pelajaran yang sangat indah sekali di sini, mengapa menafkahkan harta itu menjadi bagian dalam proses kita menggapai sebuah kebaikan dari Allah SWT. Seolah- oleh Al-Quran mengajarkan bahwa harta itu bisa menjadi media untuk meraih kebaikan kalau kita gunakan dengan baik. Tetapi sebaliknya, bisa menjadi sumber fitnah, sumber kerusakan dan kebobrokan, kalau kita salah dalam mempergunakannya. Dalam hidup kita ini lebih dari 90% waktu dan energi yang kita miliki itu kita gunakan untuk dan demi harta. Al-Qur’am menyadari hal itu. Maka Al-Qur’an mengingatkan untuk tidak terjerumus ke dalam nista harta.
Kemudian mendirikan shalat dan zakat. Ini adalah dimensi ibadah. Kemudian terakhir adalah aspek spiritual, yakni mereka yang memenuhi janjinya ketika berjanji. Dan sabar dalam keadaan sulit. Keempat dimensi ini Tauhid, Sosial, ibadah dan spiritual/akhlak. Semua terintegrasi, membentuk satu keutuhan yang integral.
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim yang memasuki wilayah Islam untuk terus mendalami ajaran agama ini, dengan menghayati dan mengamalkannya dengan baik, sesuai dengan ajaran dan tuntunan nabi Muhammad SAW.
0 Response to "Keunggulan Ajaran Islam "
Posting Komentar