Salah seorang waliyulloh yang terkenal keramat, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan-Madura, suatu kali menunaikan ibadah haji. Beberapa saat ketika beliau singgah di Madinah hendak berziaroh kemakam Rosululloh di Ar-Roudhoh, beliau berjumpa dengan Nabi SAW. Ketika itu beliau terlihat mesra sekali bercengkrama dengan Nabi, hingga sebelum berpisah, Nabi mengatakan kepada Syaikhona Kholil Bangkalan bahwasannya kalau Syaikhona kembali ketanah air supaya menyampaikan salamnya Nabi kepada Khozin dari Buduran-Sidoarjo.
Begitulah, selepas kapal yang ditumpangi Kyai Kholil sandar di pelabuhan Kota Surabaya ( sekarang Tanjung Perak ), beliau tidak langsung menuju Bangkalan-Madura, akan tetapi langsung menuju Buduran-Sidoarjo mencari orang yang bernama Khozin sebagaimana yang disarankan Nabi SAW kepadanya. Begitu sampai di Buduran, beliau menanyai beberapa orang yang dijumpainya, menanyakan rumah Khozin. Setiap jawaban yang beliau peroleh berfariasi, mulai Khozin tukang cukur rambut, tukang sepatu sampai profesi yang disebutkan, dan semuanya tidak cocok dengan sosok yang beliau bayangkan. Hingga suatu saat kemudian dipagi hari beliau bertemu dengan bapak tua berpakaian kaos oblong, dengan memakai sarung yang agak dicincingnya sedang menyapu halaman sebuah rumah yang mirip sebuah pesantren dengan beberapa gothaan ( bilik-bilik bambu para santri ), Kyai Kholil lalu menghampiri bapak tersebut yang tengah sibuk dengan aktifitasnya tersebut. Setelah mengucapkan salam dan dijawab oleh bapak tersebut, beliau bertanya ;
" Pak, dimanakah rumah Khozin ?"
" Kalau nama Khozin, banyak disini ".
Jawab orang tersebut.
" Tapi kalau Kyai hendak mencari Khozin yang
dimaksud Rosululloh sewaktu sampean di Madinah, ya saya ini Khozin yang beliau
maksud ". Lanjut bapak tersebut.
Syaikhona Kholil tersentak kaget setelah
mendengar jawaban spontan tersebut. Serta merta beliau menjatuhkan koper
perbekalan yang dibawanya dan mencium tangan bapak tersebut berulang kali.
Ya, itulah Kyai Khozin Khoiruddin pengasuh pondok
Siwalan Panji Buduran sekaligus perintis tradisi khotaman Tafsir Jalalain, yang
diera Kyai Ya'kub Hamdani terkenal sebagai pondoknya para wali. Hadrotussyaikh
Kyai Hasyim Asy'ari adalah alumni ponpes ini, dimana beliau sempat diambil
menantu oleh Kyai Ya'qub dengan mempersunting puterinya yang bernama Khodijah,
dari perkawinan beliau lahir seorang putra bernama Abdulloh. Tapi sayang
keduanya ( Nyai Khodijah dan Abdulloh putranya ) wafat di Makkah pada tahun
1930, dipondok ini gothaan kyai Hasyim ketika masih nyantri sampai sekarang
diabadikan, dan diantara alumni yang lain adalah seperti Mbah Hamid Abdulloh
Pasuruan, Kyai As'ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani
Tulangan ( konon menurut penuturan cucunya kepada saya, disuatu musim kemarau
waktu itu banyak para petani yang kehausan karena sumur disawah maupun rumah
kering kerontang, ditengah kehausan itu tiba-tiba mereka melihat Mbah Jaelani
melayang-layang diudara sambil membawa timba-timba berisi air beserta
pikulannya ), ada juga wali kendil ( kakak beradik yang meninggal ketika masih
menjadi santri . Si adik ahli mutholaah kitab sedangkan si kakak ahli tirakat,
hingga pada suatu hari kakaknya marah melihat adiknya menanak nasi karena tidak
menghormati kakaknya yang sedang berpuasa. Ditendangnya kendil buat menanak
nasi itu hingga pecah berantakan. Melihat itu si adik diam sambil mengambil
serpihan-serpihan kendil yang pecah berantakan itu ditempelkannya lagi potongan
serpihan itu dengan ludahnya hingga kembali utuh seperti sedia kala. Hingga
ketika keduanya meninggal, makam adiknya tidak mau berjejer berdampingan dengan
kakaknya, setiap hari makam adiknya bergeser maju bahkan konon sampai menembus
pagar batas makam, dan pada akhirnya oleh Kyai Ya'kub makam santrinya itu
diperingatkan agar cukup sampai disitu saja. Hingga sampai sekarang makam
keduanya yang awalnya berjejer sudah tidak lagi seperti pertama kali
dimakamkan, makam adiknya lebih maju kedepan melewati batas nisan kakaknya
),dan Kyai Kholil Bangkalan sendiri termasuk alumni Siwalan Panji.
Pondok Siwalan Panji ini berdiri sekitar tahun
1787 oleh Kyai Hamdani. Menurut Gus Rokhim ( alm ) pemangku pondok Khamdaniyah
yang juga generasi ke tujuh dari Mbah Khamdani, ketika tanah siwalanpanji masih
berupa tanah rawa, Mbah Hamdani meminta kepada Allah agar tanah rawah ini
diangkat kepermukaan untuk dijadikan sebagai kawasan syiar Islam waktu itu.
“Ketika itu Mbah Hamdani meminta pertolongan
kepada Allah, tidak berselang lama, tanah yang sebelumnya rawa, tiba-tiba
terangkat dan menjadi daratan,”. Tidak hanya itu, pada awal awal pengerjaan
pondok, kayu bangunan pondok yang didatangkan dari cepu melalui jalur laut
tiba-tiba pecah dan terserak dan berpencar. Namun karena pertolongan Allah,
kayu-kayu yang semula berpencar ini, bergerak sendiri melalui sungai menuju
sungai di seberang kawasan pondok.
“Ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri,
dan sekarang disebut menjadi kayu cagak Panji,” cerita Gus Rokhim.
Dijuluki pondoknya para wali karena setiap tahun
alumni yang keluar bbeberapa diantaranya sudah mempunyai karomah-karomah luar
biasa ketika masih menjadi santri.
Konon dari beberapa riwayat yang saya kumpulkan,
dipondok Panji atau Siwalan Panji inilah kitab Tafsir Jalalain pertama kalinya
dibaca secara klasikal pada tahun 1789 M. Sistem penddikin ala madrosah
Diniyyah juga sudah ada pada waktu itu, hanya saja formatnya tidak seperti
sekarang yang tersusun sistematis dan terencana.
Semenjak itu Syaikhona Kholil selalu mewanti
wanti agar santri beliau yang boyong agar tabarrukan dulu di pondok Panji yang
diasuh Kyai Khozin ketika itu, sebagai bentuk ketakdzhiman Syaikhona Kholil
kepada Kyai Khozin.
Mungkin inilah salah satu alasan mengapa sampai
sekarang pondok Panji, terutama pondok Al Khozini banyak dipenuhi santri dari
Madura, sebagai bentuk ketakdzhiman mereka pada dawuh Syaikhona Kholil
Bangkalan.
Wallohu a'lamu bis showab
0 Response to "Kisah Titip Salamnya Nabi Muhammad SAW Kepada Kyai Khozin Buduran Sidoarjo"
Posting Komentar