Kontektualisasi Pemahaman Isra’ Mi’raj



Prof DR H Saidun Fiddaroini, M.Ag

Peristiwa Isra’ Miraj ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan kekuasaan Allah SWT meliputi, menjangkau, bahkan mengatasi segala yang terbatas dan yang tidak terbatas, tanpa terbatas waktu tertentu atau ruang. Begitu luar biasanya fenomena ini sehingga banyak yang tidak percaya sama sekali, dan ada yang setengah-setengah, mempercayai sebagian dan menafikan sebagian yang lain. Ada yang mengira bahwa Isra’ Miraj itu hanya mimpi atau suatu perjalanan yang super canggih tanpa jasad dsb. Kehebatan peristiwa Isra’ Miraj ini menampakkan rahasia keimanan umat Islam, apakah masih mempercayai sabda Rasulullah SAW dan bahkan semakin teguh keimanannya, atau justeru kembali ragu-ragu.

Belakangan, kemajuan ilmu telah menunjukkan bahwa setiap sistem gerak mempunyuai perhitungan waktu yang berbeda dengan sistem gerak yang lain. Benda padat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan suara. Suara pun membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan cahaya. Realitas ilmu ini mengantarkan pemahaman sampai pada kesimpulan bahwa pada akhirnya ada sesuatu yang lebih dari cahaya dan tidak membutuhkan waktu untuk mencapai sasaran apa pun dan di mana pun. Sesuatu itulah yang maha, yang dikenalkan oleh Rasulullah SAW sejak awal, yakni Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Q.S. 2 : 109).

Oleh-oleh utama yang dibawa Nabi Muhammad adalah bimbingan shalat. Shalat merupakan ibadah yang sebetulnya tidak mudah difahami. Tidak ada ibadah sebelumnya yang diajarkan sedemikian rupa, menghilangkan garis pemisah antara fisik dan metafisik. Gerakan- gerakan shalat secara fisik sangat sederhana, mudah dilakukan, dan doa-doa yang dibaca secara fisik wujudnya dapat didengar dengan telinga. Gerakan dan doa secara fisik itu membawa seorang hamba masuk mengarungi alam metafisik.

Al-Qur’an sebagai hidayah, maka shalat menjadi jalan masuknya hidayah. Al-Qur’an memberitahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan, maka shalat melahirkan energy yang selalu mengarahkan pada jalan penghambaan diri kepada Allah SWT, sehingga orang berkemauan mengamalkan perintah dan menjauhi larangan. Shalat diturunkan sebagai bimbingan bagi umat manusian untuk menjadi hamba yang sebernarnya, untuk memenuhi kebutuhannya yang paling hakiki, yakni makhluk dengan penuh kesadaran ridho menghambakan diri kepada Allah SWT. (lihat Q.S 51:56).

Shalat itu untuk berdzikir. Allah memerintahkan kita untuk berdzikir yang banyak, maka shalat menjadi sarana dan sekaligus menjadi tujuan. (lihat Q.S. Thaha : 14).

Dalam kehidupan umat manusia yang paling modern dengan kecanggihan ilmu dan tehnologi yang telah dicapainya, shalat menjadi sangat diperlukan. Cepatnya roda kehidupan sering menjadikan manusia seperti robot, tidak menyadari kebutuhan dirinya, sehingga muncul kecapaian dan putus asa. Demikian juga kehidupan modern yang menjadikan hidup serba mudah, makmur, harta melimpah ruah, banyak waktu yang luang hanya untuk santai-santai, berleha-leha menikmati kekayaan yang tak akan habis dalam beberapa keturunan, sering kali juga mendatangkan kejenuhan bahkan putus asa. Banyaklah contohnya orang kaya yang bunuh diri, mereka lupa atau memang tidak tahu mau ke mana hidupnya, dikira hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi yang sudah dijamin oleh Allah SWT. Maka shalat sangat dibutuhkan agar tidak lupa, karena lupa itu mendatangkan siksa, dunia maupun akhirat.

Masalah besar saja nanti di akhirat dapat diselesaikan dengan shalat, maka sungguh aneh kalau masalah dunia tidak bisa diselesaikan dengan shalat. ( lihat Q.S. Al Ankabut : 45)

iklan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kontektualisasi Pemahaman Isra’ Mi’raj "

Posting Komentar